Suatu ketika kami sempat syok dikirimkan foto-foto dari salah seorang teman facebook kami. Awalnya, ia bertanya, "Mau tanya, Kenapa saya sering mimpi buruk ya?" Lalu kami menjawab, "Mimpi buruk muncul dari alam bawah sadar, bagaimana pikiran kita sehari-hari." Setelah itu ia berterima kasih dan kami pun berpesan agar ia menenangkan pikirannya. Tak lama kemudian, dikirimkannya foto-foto luka sayatan di pergelangan tangannya. "Saya kemarin mau bunuh diri dengan cara potong tangan. Saya stress, Mabok, dan pikiran sangat kacau" katanya.

Seperti yang kami ketahui dari media sosialnya ia selalu menampilkan foto-foto kebahagiaan bersama keluarga; foto-foto keceriaan anaknya yang sedang bermain di mall, foto-foto keceriaan anaknya bersama teman-teman di sekolah, foto kemesraannya bersama sang suami di sebuah resto elit dan elegan. Boleh dibilang, secara materi ia tercukupi dan tidak kekurangan, paras dan penampilan pun cukup menarik. Namun secara batin, ia merintih kesakitan, mempunyai banyak uang namun tidak melihat kebahagiaan didalamnya. Terkadang kita berpikir, apa sih yang dimaksud kebahagiaan itu ?
Ada banyak orang yang bersama dengan yang disayang, tetapi tidak pernah mengutarakan rasa sayangnya. Sebaliknya banyak intrik dan permaianan kata-kata yang menyebabkan pertikaian. Baik antar sesama suami isteri, orang tua dan anak, bahkan sesama saudara.
Saat bertemu musuh, semakin penuh rasa benci, dan ada keinginan untuk menghabiskannya, emosi yang tidak terkendali.
Saat berpisah, melekati dan memikirkan setiap saat, tak bisa melihat dunia lain yang penuh harapan untuknya. Matanya tertutup oleh kemelekatan yang hanya menghancurkan diri dan orang di sekitarnya.
Dalam keadaan yang seperti ini sebaiknya kita tenangkan pikiran dan jangan terlalu memikirkan hal yang tidak harus kita pikirkan. Hidup adalah ilusi yang nyata, apa yang kau rasakan itulah yang kau pikirkan dan apa yang kau pikirkan itulah yang kau rasakan.
Semoga pengalaman ini bisa membuka mata dan cara pandang kita terhadap ilusi hidup ini. Kita memang tidak bisa menilai seseorang dari penampilan luarnya; kaya atau miskin, berparas menawan atau buruk rupa, kurus atau gemuk, senyuman atau tangisan. Apa yang tampak pada mata fisik kita hanya ilusi belaka. Kita dapat bebas bersandiwara di depan orang lain, di depan musuh-musuh kita, di depan orang-orang yang tidak menyukai diri kita agar kita terlihat lebih bahagia dari mereka. Tapi, ada satu orang yang tidak dapat kita bohongi, yaitu diri sendiri.
Sama halnya dengan media sosial. Hal ini mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati terhadap sebuah penilaian; baik menilai sahabat kita, musuh kita, tokoh agama kita, pemimpin negara kita ataupun sikap generalisasi suatu kelompok hanya dari sebuah foto atau segores tulisan semata. Sebuah foto, sebuah tulisan memang bisa berbicara dan memberikan informasi apapun terhadap suatu persepsi. Akan tetapi, mereka tidak dapat mengatakan sebuah kebenaran dari apa yang sebenarnya telah terjadi.
Apapun yang kita lihat dan kita dengar, tidak ada satu pun yang dapat kita nilai. Maka dari itu, mari mulai saat ini kita berhenti untuk "mengeluh"; baik mengeluh di dalam batin, maupun mengeluh di dalam setiap kondisi dan keadaan. Dunia akan lebih damai dan indah bila masing-masing dari kita mampu belajar untuk hening; berpikir seperlunya, berbicara seperlunya saja. Seperti hakekat sebuah alat instrumen gamelan Jawa yang indah "NING NANG NING GUNG" yang dapat diartikan sebagai heNING teNANG heNING aGUNG sebuah jalan untuk mengenal sang diri yang mengantarkan kepada hakekat sejati ke-Tuhan-an.
0 Response to "Filosofi instrumen gamelan Jawa "NING NANG NING GUNG" yang artinya..."
Posting Komentar
Kami sangat senang jika anda meluangkan waktu untuk memberi komentar atas artikel ini :)